1. Masyarakat Multikultural
Dalam
konsep ilmu sosial, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk
menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, agama, dan budaya yang
berbeda, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural. Makna ketiga istilah
tersebut tidaklah sama, dalam konsep pluralitas menekankan pada hal-hal yang
lebih dari satu. Keragamaan menunjukkan bahwa keberadaan lebih dari satu,
sementara itu multikultural adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama
sebagai kesatuaan tanpa memperdulikan ras, agama, bahasa, maupun gender.
Bentuk nyata multikluturalisme sudah nyata sejak
Tuhan menciptakan alam dunia ini, terbukti dengan banyaknya negara yang
memiliki keanekaragaman budaya, tercatat dari 175 negara, hanya 12 negara yang
penduduknya bersifat homogen, diantaranya Jerman, Jepang, dan Somalia.
Indonesia sendiri termasuk negara heterogen dengan 656 suku bangsa dan
bahasa dengan lebih dari 300 bahasa.
Konsep Masyarakat Multikultural mulai dikenal sekitar
1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada, kemudian diikuti
Australia, AS, Inggris, Jerman, dan lainnya. Kanada pada waktu itu didera
konflik yang disebabkan masalah hubungan antarwarga negara. Masalah itu
meliputi hubungan antarsuku bangsa, agama,ras, dan aliran politik yang terjebak
pada dominasi. Konflik itu diselesaikan dengan digagasnya konsep masyarakat
multikultural yang esensinya kesetaraan, menghargai hak budaya komunitas dan
demokrasi. Gagasan tersebut segera menyebar ke Australia, Eropa, dan menjadi
produk global.
Pandangan dunia multikultural secara substansi sebenarnya
tidaklah terlalu asing bagi bangsa dan Negara Indonesia. Prinsip Indonesia
sebagai negara Bhinneka Tunggal Ika mencerminkan bahwa meskipun bahwa
Indonesia merupakan negara multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam
persatuan dan kesatuan.
Multikultural berasal dari kata multi yang berarti
banyak (lebih dari dua) dan culture yang berarti kebudayaan. Secara
sederhana, masyarakat multikultural adalah masyarakat yang memiliki lebih dari
dua kebudayaan.
J.S.
Furnival (1967) berpendapat bahwa masyarakat majemuk / multikultural adalah
suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup
sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan
politik.
Karakteristik Masyarakat
Multikultural menurut Van Den Berghe :
· Terjadinya segmentasi ke dalam
bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda
satu sama lain
· Memiliki struktur sosial yang
terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer
· Kurang mengembangkan konsensus
diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar
· Relatif sering terjadi konflik
diantara kelompok yang ada
2. Faktor Timbulnya Masyarakat
Multikultural di Indonesia
Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat multikultural, wajah asli
kemajemukan masyarakat Indonesia adalah keanekaragaman kelompok-kelompok sosial
atau suku bangsa beserta kebudayaannya. Keadaan masyarakat yang multikultural
tentu memiliki latar belakang tersendiri, berikut beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya masyarakat multikultural.
a. Keadaan Geografis
Keadaan Geografis wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari
17 ribu pulau tersebar di suatu daerah ekuator sepanjang lebih dari 3000 mil
dari timur ke barat dan 1000 mil dari utara ke selatan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap terciptanya multikultural di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui pendatang pertama di kepulauan Indonesia adalah ras australoid yang
menyebar di kepulauan Indonesia 2000 tahun lalu, kemudian ras negroid 10.000
tahun yang lalu, pada zaman Mesolitikum, kemudian datang ras Malayan Mongoloid
di dua periode, Neolitikum dan zaman logam, sekitar 2500 tahun sebelum masehi.
Ras Australoid kemudian pergi ke Australia dan sebagian kecil ada di Nusa
Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesian Negroid tinggal di Maluku dan Papua,
sedangkan ras Malayan Mongoloid tinggal di Indonesia bagian barat. Ras tersebut
disebut bangsa Indonesia dalam bentuk keanekaragaman suku bangsa setelah proses
amalgamasi dan isolasi.
b. Pengaruh Kebudayaan Asing
Letak Indonesia yang strategis diantara Samudera Hindia dan
Pasifik mempengaruhi proses multikultural, termasuk unsur kebudayaan dan agama.
Kepulauan Indonesia yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan antara India,
Cina dan Wilayah Asia Tenggara. Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu Budha pada
awal masehi hanya berkembang di Indonesia bagian barat. Pengaruh kebudayaan
Cina berkembang di pantai dan kota dagang. Pengaruh islam berkembang di abad
13, terutama di Indonesia Barat dan sebagian Maluku. Pengaruh kolonial Portugis
dengan agama Katolik terjadi di NTT. Awal abad ke-16, Belanda datang dan pada
abad ke-17 mengembangkan agama Kristen dan Katolik di beberapa daerah di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan kota besar Jawa.
c. Kondisi Iklim yang berbeda
Wilayah lingkungan suku bangsa memperlihatkan variasi yang
berbeda, ada komunitas yang mengandalkan laut sebagai sumber kehidupan,
contohnya di Riau dan Bajo, Sulawesi Selatan. Orang Buton, Bugis, Makasar,
Bawean, dan Melayu dikenal sebagai masyarakat pesisir. Terdapat juga komunitas
pedalaman, contohnya Gayo Alas di Aceh, Dayak di Kalimantan, dan Toraja di
Sulawesi Selatan.
3. Pengaruh Multikultural Terhadap
Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara, dan Kehidupan Global
Manusia
secara kodrat diciptakan sebagai mahluk yang dibekali nilai harmoni. Perbedaan
yang mewujud baik secara fisik maupun mental. Seringkali perbedaan kebudayaan
menciptakan ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Realitas tersebut
harus diakui dengan sikap terbuka, logis, dan dewasa karena perbedaan harus
kita anggap sebuah rahmat, dimana kemajemukan dapat mengajarkan kita bersikap
toleransi, kerjasama, dan berpikir dewasa, jika keterbukaan dan kedewasaan
sikap dikesampikan, maka kemungkinan akan tercipta masalah – masalah yang
menggoyahkan persatuan bangsa seperti.
a. Diharmonisasi, tidak adanya penyesuaian
atas keragaman manusia dengan lingkungannya.
b. Perilaku diskriminatif terhadap
etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan masalah yang lain
dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
c. Ekslusivisme, rasialis, bersumber
dari superioritas diri, contohnya: keyakinan bahwa secara kodrati ras/suku
kelompoknya lebih tinggi dari yang lainnya.
Ada
beberapa hal yang dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negatif agama, diantaranya.
a. semangat religius
b. semangat nasionalisme
c. semangat pluralism
d. semangat humanisme
e. dialog antar umat beragamam
f. membangun suatu pola komunikasi
untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan
harmonisasi dunia.
Problematika
lainnya yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi bangsa, ada
lima faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama bubarnya
sebuah negara dan disintegrasi bangsa itu, yaitu:
a. Kegagalan kepemimpinan
b. Krisis ekonomi yang berlangsung lama
c. Krisis politik, misalnya terjadinya
perpecahan di elite tingkat nasional sehingga menyulitkan lahirnya kebijakan
pro rakyat dalam mengatasi krisis ekonomi.
d. Krisis sosial, dimulai dari adanya
disharmoni dan bermuara pada meletusnya konflik kekerasan diantara
kelompok-kelompok masyarakat
e. Intervensi asing, dengan tujuan
memecah belah serta mengambil keuntungan dari perpecahan itu melalui dominasi
pengaruhnya terhadap kebijakan politik dan ekonomi paska disintegrasi
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar